Utrujah: Buah Wangi yang Menginspirasi, Cerminan Mukmin Sejati
Pernahkah Anda mendengar tentang buah Utrujah? Mungkin namanya asing di telinga sebagian kita. Namun, buah yang satu ini memiliki keistimewaan yang luar biasa, bukan hanya karena rasa dan aromanya, tetapi karena ia dipilih langsung oleh Rasulullah ﷺ sebagai perumpamaan yang indah untuk menggambarkan sosok mukmin yang ideal.
6/11/20253 min read
Pernahkah Anda mendengar tentang buah Utrujah? Mungkin namanya asing di telinga sebagian kita. Namun, buah yang satu ini memiliki keistimewaan yang luar biasa, bukan hanya karena rasa dan aromanya, tetapi karena ia dipilih langsung oleh Rasulullah ﷺ sebagai perumpamaan yang indah untuk menggambarkan sosok mukmin yang ideal.
Bayangkan sebuah buah yang ketika Anda menciumnya, aromanya begitu semerbak, memenuhi ruangan dengan keharuman yang menenangkan. Dan ketika Anda mencicipinya, rasanya pun manis, lezat, dan menyegarkan. Itulah Utrujah. Ia sempurna, luar dan dalam.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat mulia Abu Musa Al Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
[الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالأُتْرُجَّةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ ، وَالْمُؤْمِنُ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْرَةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ لَهَا ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالرَّيْحَانَةِ ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ ، طَعْمُهَا مُرٌّ – أَوْ خَبِيثٌ – وَرِيحُهَا مُرٌّ]
"Permisalan orang yang membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah utrujah, rasa dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma. Orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah bagaikan royhanah, baunya menyenangkan namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an bagaikan hanzholah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 5059)
Mari kita selami lebih dalam makna perumpamaan yang mendalam ini:
Mukmin Utrujah: Harmoni Ilmu dan Amal Inilah puncak kebaikan! Seorang mukmin yang bukan hanya rajin membaca, mempelajari, dan menghafal Al-Qur'an, tetapi juga mengamalkan setiap ayatnya. Ibarat Utrujah, "rasanya enak" ([طَعْمُهَا طَيِّبٌ]) menunjukkan kebaikan batinnya, keimanan yang kokoh, dan amal saleh yang tulus. Sementara "baunya enak" ([وَرِيحُهَا طَيِّبٌ]) melambangkan pengaruh positifnya bagi lingkungan. Akhlaknya mulia, tutur katanya santun, perilakunya menyejukkan. Keberadaannya dirasakan manfaatnya oleh orang-orang di sekitarnya, menyebarkan keharuman Islam melalui teladan nyata. Mereka adalah lentera yang menerangi, bukan hanya dengan ucapan, tetapi dengan perbuatan.
Mukmin Kurma: Kebaikan yang Kurang Menyebar Seperti kurma, rasanya manis ([طَعْمُهَا طَيِّبٌ]), menunjukkan keimanan dan amal saleh yang ada dalam dirinya. Ia mungkin seorang yang baik, saleh secara pribadi. Namun, "tidak beraroma" ([وَلاَ رِيحَ لَهَا]) bisa dimaknai bahwa kebaikannya cenderung hanya untuk dirinya sendiri atau lingkup terbatas. Pengaruh positifnya di masyarakat kurang terasa, dakwahnya melalui teladan belum maksimal. Potensi kebaikan yang dimilikinya belum sepenuhnya memancar keluar.
Munafik Rayhanah: Keharuman yang Menipu Rayhanah (kemangi) memiliki bau yang harum ([رِيحُهَا طَيِّبٌ]), melambangkan penampilan luar yang Islami, mungkin rajin membaca Al-Qur'an di depan orang, tutur kata yang manis tentang agama. Namun, "rasanya pahit" ([وَطَعْمُهَا مُرٌّ]) menunjukkan kebusukan batinnya, ketiadaan iman yang hakiki, kepalsuan dalam niat dan amal. Mereka membaca Al-Qur'an, tetapi tidak meresap ke hati dan tidak tercermin dalam kejujuran dan kebaikan perilaku. Mereka pandai bicara agama, tetapi akhlaknya jauh dari tuntunan.
Munafik Hanzhalah: Pahit Luar dan Dalam Hanzhalah adalah sejenis labu liar yang sangat pahit, baik rasa maupun baunya ([طَعْمُهَا مُرٌّ وَرِيحُهَا مُرٌّ]). Inilah gambaran terburuk: orang munafik yang bahkan tidak membaca Al-Qur'an. Batinnya rusak (rasa pahit), dan penampilan luarnya pun buruk, penuh keburukan dan kejahatan (bau pahit). Keberadaannya hanya membawa dampak negatif dan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain.
Hadits ini mengajarkan kita pelajaran yang sangat berharga. Menjadi seorang mukmin sejati bukan hanya tentang seberapa banyak ayat Al-Qur'an yang kita baca atau hafal, tetapi seberapa dalam Al-Qur'an itu meresap ke dalam hati, membentuk karakter, dan terwujud dalam setiap gerak-gerik kehidupan kita.
Jangan sampai kita termasuk golongan yang membaca Al-Qur'an, tetapi Al-Qur'an itu tidak melampaui kerongkongan. Kita fasih melantunkan ayat suci, namun lisan kita masih mudah mencela, hati kita masih dipenuhi iri dengki, tangan kita masih berat memberi, dan kaki kita masih enggan melangkah kebaikan.
Mari kita bercita-cita menjadi "Mukmin Utrujah". Mukmin yang kebaikannya paripurna, yang imannya kokoh, amalnya saleh, dan akhlaknya memancar menebarkan kebaikan. Mukmin yang kehadirannya dirindukan, ketiadaannya terasa kehilangan, dan nasehatnya menyejukkan.
Ini adalah tantangan bagi kita semua. Sejauh mana Al-Qur'an telah mengubah diri kita? Apakah "aroma" Al-Qur'an sudah tercium dari perilaku kita sehari-hari? Apakah "rasa" iman sudah termanifestasi dalam kejujuran, kesabaran, dan kasih sayang kita kepada sesama, terutama kepada keluarga terdekat?
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk golongan mukmin yang membaca Al-Qur'an dan mengamalkannya, yang rasa dan baunya enak, laksana buah Utrujah yang mulia. Aamiin.